Kepada yang Tak Mungkin

Entah turun dari siapa rasa paling teristimewa sedunia. Tiba-tiba begitu saja menyelinap dalam kita. Sejak detik pertama segalanya bermula, aku tak pernah berpikir rasa ini akan berakhir. Entah siapa yang memulai pertama. Entah aku. Entah kamu. Yang kutahu, tiba-tiba debar sudah menyebar. Hatiku jatuh padamu tanpa sadar. Namun hatimu seperti mengunciku di luar pagar. Tidak benar-benar mengizinkan masuk, memintaku terus menunggu di luar. Katamu, hati itu nampak kosong untuk sekian lama. Katamu, otak hampir saja lupa tentang bagaimana wujud cinta. Jauh, di lubuk hati yang hanya bisa membisu, aku ingin namaku untuk bisa terukir di sana. Meski aku tahu, jatuh cinta kepadamu memang penuh resiko. Resiko untuk terbang terlalu tinggi dengan sayap rapuh yang kau pinjami, lalu dengan atau tanpa kamu sadari kau jatuhkan lagi aku ke bumi. Ini memang terlalu tinggi, tapi ternyata sakitnya berlipat kali jika kamulah objek utama dibalik semua ini.
Lebih baik jangan membalas senyumku, jika sebetulnya hatimu tak mau. karena bagaimanapun juga, hati ini pernah merasa bahwa kamu pun mengharapkan kita bersama. Walaupun nyatanya, sedetik setelah harapan datang, ada kecewa yang menyusul dari belakang. Setelah rentetan bahagia itu berlalu bersama sang waktu, kini kudapati kamu bersanding dengan cinta yang baru. Tentang bagian cerita mesra yang kita punya, sekarang bagimu sudah tak berarti apa-apa. Mungkin aku begitu bodoh hingga mengira kita akan berjodoh. Tak tahu rupanya dengan sel-sel ekspektasi dalam kepala ini membuat hatiku perlahan-lahan roboh. Pada akhirnya, kita seperti mengakhiri apa yang belum sempat kita awali. Dan ternyata, awal yang lain datang begitu cepat untukmu dan dia. Sedangkan aku, masih tetap di sini. Membiarkan diriku sendiri terbanjiri sepi. Membiarkan hitam mataku kini rindu ditatap hitam matamu. Tentang menatap dengan malu-malu, memulai percakapan dengan suara bergetar, degup jantung yang tak sesantai biasanya, ya, itu yang kurasa ketika kita bersama. Lalu berubah menjadi airmata, saat kamu berkata itulah yang kamu rasa di antara hari-hari bersamanya.
Memangnya jika kutampakkan airmata, kau akan meninggalkan dia? Memangnya jika kamu tahu tentang senyuman pura-pura bahwa aku mengaku rela melepasmu dengannya, kamu bisa berbalik ke arahku dan amnesia soal dia? Sayangnya, aku tak suka memaksa. Cinta bisa hilang maknanya jika aku menyudutkanmu untuk bilang iya. Begitu banyak ketidaktahuanmu tentangku, tapi berkalipun kau menyakitku. Aku tak bisa berbalik seperti itu. Karna kamulah ketetapanku. Pernahkah kamu, untuk sebentar saja, menyesal telah memilih dia daripada aku? Pernahkah kamu, untuk sekali saja, mengangankan aku menggantikan ia di sisimu? Jika aku terlalu lugu untuk mengatakan ini cinta, lalu mengapa hanya untukmu doa ini terus meminta? Namun tak mungkin kita dipertemukan Tuhan tanpa rencana. Seperti halnya tak mungkin Tuhan tidak berencana memisahkan, walaupun kita belum pernah bersama. Kata ‘jatuh’ pada ‘jatuh cinta’ mungkin saja merupakan peringatan awal. Sehingga hatiku mestinya benar-benar siap akan ‘jatuh’ dan tak boleh menyesal.
Jika bukan karena janji sejak awal untuk bahagia dengan pilihanmu, mungkin tak akan kubiarkan mulut ini untuk tetap membisu. Jika ada satu hal dalam diri ini yang membuatku merasa pantas, tak mungkin kamu kulepas. Jika bukan sebagai kekasih, mestinya ada peran lain yang lebih baik untuk kita lakoni. Seharusnya, masing-masing kita akan menemukan bahagia, walau bukan dengan bersama. Hanya kamu ketetapan hatiku selalu memaafkan dan mencintaimu tanpa batasan. Hanya kepadamulah segala gengsi bisa turun sendiri. Lagi-lagi aku yang pertama memulai “Hai” dalam percakapan kita. Lagi-lagi aku yang memukuli kepala sendiri ketika kecewa menyerangku bertubi-tubi karena ekspektasi terlalu tinggi. Lagi-lagi tak ada alasan untuk membenci meskipun luka ini aku yang menjalaninya sendiri. Lagi-lagi aku yang berjuang sendiri untuk pergi, meskipun berulang kali sosokmu tak henti menghampiri.
Entah apa isi doamu pada Tuhan setiap malam, sehingga dengan mudahnya kamu selalu kuberi maaf. Padahal goresan di hati belum sempat sembuh, namun kemudian kamu membuat goresan baru dengan luka melepuh. Percuma sebetulnya menumpahkan semua salah hanya padamu. Seolah harapan yang kurajut satu demi satu setiap debar kita bertemu adalah bukan bagian kesalahanku. Aku tahu, harapanku selalu bebas tumbuh, sebebas arah perahu layarmu menentukan arah berlabuh. Sayangnya bukan di dermagaku pilihan perahumu mengistirahatkan diri. Ah, jika memang manusia diciptakan berpasangan, mengapa tidak sejak semula kita dipasangkan? Adalah aku dengan segala rasa sakit yang aku nikmati sendiri. Bermula dari pernah berharap bahwa aku yang akan kaujadikan rumah. Lalu dari setiap kebetulan-kebetulan tentang kita, aku selalu berusaha mencari celah. Berdoa mungkin saja aku dan kamu sudah dituliskan untuk bersatu. Nyatanya, jalan kita tak pernah menemukan titik temu. Kini, dengan berbekal segala jawab yang sudah sangat jelas, aku membuang segala harap dan bersiap untuk melepas. Pergilah kamu, dengan kebahagiaan yang selama ini kaucari. Temukanlah rumah yang kauingini.
Maaf jika segala perasaan ini hanya bisa terkunci dalam hati. Maaf jika telingamu belum sempat mendengar nama siapa yang selalu membuatku tersenyum lebar. Mungkin begini porsi bahagia yang nantinya akan kita nikmati. Maaf jika kamu terlalu menghiasi tiap rona pipi setiap kali harapan kau terbangkan dengan sangat tinggi. Dan, maaf jika aku sulit berpindah ke lain hati. Tapi, mungkin itulah cara semesta membuat hatiku dewasa. Kini, aku akan pergi melarutkan rasa. Semoga hatiku lupa caranya menyesal pernah terjatuh padamu. Semoga hatikupun lupa caranya pulang jika nanti datang saatnya meninggalkanmu. Semoga bibirku mudah mengingat bagaimana caranya tersenyum sebelum kamu yang menjadi alasannya. Semoga akal pikirku mudah memaafkan atas apa yang pernah kamu sebabkan. Pada akhirnya, semoga kamu menemukan bahagiamu yang paling membahagiakan dari ia yang berada di sampingmu. Tuhan Maha Tahu, kepada siapa akhirnya lukaku berubah jadi cinta yang baru. Untuk segala penyebab mata tetiba basah oleh rindu dan sendu, terima kasih banyak. Walau tidak mungkin aku untuk segera bangkit setelah terjatuh, aku tahu akan ada cinta di kemudian hari yang mampu membuatku luluh. Mungkin bukan lagi tentang kamu, bukan lagi tentang masa lalu. Karena seharusnya, segala tentang kamu, sudah terselesaikan. Di titik di mana aku pernah meneteskan airmata, di situ aku melepaskan kenangan-kenangan tentang kita. Selamat berbahagia, kamu. Semangat mencari bahagia, aku.
x
Share:

KOSONG

My days have been empty without talking to you.

Sorot mata kita bertemu pada 28.800 detik lalu. Rontoklah sekumpulan rindu yang beradu melahirkan pilu saat jeda menyangga temu. Sesederhana bertemu, singkatlah bahagiaku keluar dari setiap penjuru. Tapi pikiranku terus menerawang, seperti ada yang kurang. Ada yang hilang. Saat tanganmu menyapa tanganku, aku berharap lebih pada sesuatu. Aku berharap, dari bibirmu ada sapa yang juga ikut berderap. Aku berharap ada bujukkan dari matamu untuk yakinkanku tak usah pertahankan ragu dan malu untuk memulai percakapan terlebih dahulu. Aku berharap keberanian sedang ada dalam arena pertahanan. Aku berharap tak sekosong ini setelah kakimu melangkah pergi tanpa ada percakapan pagi yang bisa dibagi.
Aku suka cara kepala, sorot mata kita, bahkan saat hati bekerja. Tapi tetap saja tanpa ada yang dibagi, perasaan yang kita miliki hanyalah milik sendiri-sendiri. Dan terkuburlah kita dengan segala yang masih belum pasti. Tanpamu kosong, sungguh kali ini aku tak bisa bohong. Namamu bahkan ada dalam setiap lorong, gemanya puluhan kali melolong. Berkali-kali aku terjebak tapi tiada satupun yang bisa menolong. Bisakah kamu membantuku? Mengisi kembali hati, mengosongkan kecewa yang sepenuhnya meronta-ronta. Aku ingin Tuhan memberi pertanda jika kita memiliki perasaan yang sama. Aku berjanji tak merasakan segalanya sendiri lagi. Berbagi denganmu adalah suatu hal yang kutunggu-tunggu. Bukalah suaramu dan yakinkan aku bahwa di pertemuan berikutnya akan selalu ada kita yang bersuara soal rasa.
Share:

LAGI - LAGI HATI TERISI KECEWA

Mengapa manisnya mencinta hanya kurasakan sebentar? Lalu oleh tangan kenyataan, harapan-harapan pun tertampar. Ada yang tidak bisa berpaling dari cinta lamanya, padahal aku berharap ia menatapku sebagai masa depannya. Ketidaktahuanku melahirkan penasaran. Pengetahuanku menimbulkan kekuatiran. Mengapa harapan tidak sejalan dengan kenyataan? Tanya-tanya yang keluar dari semburan kecewa benar-benar mengganggu kepala. Sayap-sayap harap terlanjur patah sebelum kakiku lebih jauh melangkah. Aku pernah serendah ini terjatuh. Tapi apakah lagi-lagi hati salah menilai lagi? Apakah kini benar-benar aku sudah terjatuh hilang kendali?
Lagi-lagi kecewalah hati. Lagi-lagi kasihan hati teraniaya harap yang terlampau jauh dari batas yang sudah digarisi.
Share:

PILIHANMU

Untuk manusia yang paling tak terprediksi.
Sudah lama ya kita tak menghabiskan ritual pukul lima di beranda. Dengan gitar ulungmu, tumpukan bacaanku, cerita-cerita manis yang tercipta, secangkir kopi untukmu dan teh manis hangat untukku. Hiduplah segala angan-angan pada hari-hari yang kini selalu menorehkan kenangan. Asalkan bersamamu, matilah kekuatiranku. Asalkan bersamamu, aku tak butuh apa-apa lagi. ‘Bahagia’ adalah paket lengkap pertama diatas gabungan kita berdua. Mungkin dibanding para lelaki yang pernah menghiasi hati, kamulah yang paling menyamankan aku untuk selalu mempertahankanmu di sisi. Kamulah yang tak pernah kusangka. Dan akulah yang tak pernah mengira akan terjatuh tiba-tiba padamu.

Ingatkah mimpi-mimpi yang tak terbuat atas sekedar janji? Ketika percayaku mulai rapuh, kau yang buat ketakutanku luluh. Ingatkah persoalan-persoalan yang buat wajahmu jadi gusar? Dari situlah terpecahkan dan kita mencoba sama-sama belajar. Ingatkah hujan yang pernah menghiasi pipiku? Kamulah yang mengusap aliran itu hingga lenyap. Kamulah yang meyakinkan bahwa segalanya akan baik-baik saja. Senyumanmulah yang selalu mengobati luka yang segera berformula jadi duka.

Memang. Tak seharusnya padamu hatiku terjatuh. Tak seharusnya aku biarkan seluruh pusat kerja rasa menjadi lumpuh. Aku begitu payah jika harus berurusan denganmu. Aku begitu payah untuk menyadari datangnya rasa itu sebelum kehadirannya menculikmu. Aku begitu payah untuk mencegah kepergianmu. Tanganku lemah, bibirku berdaya lemah.

Tadinya aku mengira kita akan baik-baik saja. Tak mungkin secepat itu kau dibawa pergi dan meninggalkanku disini bersama sepi. Ada yang belum terceritakan, ada yang belum mendengarkan, ada yang sedang berteman dengan kesedihan dan kehilangan. Jika saja pilihanmu itu aku, pilihan kita pasti akan bertemu di titik yang satu. Tapi sayang, kenyataan terlalu jelas mengobrak-abrik pandangan. Aku harus tegap berjalan, dan menyembuhkan hati pelan-pelan. Entah sampai kapan.

Jika nanti kamu tidak bahagia, carilah aku sebagai tempat pertamamu. Dan tolong, hargai penantianku :’)

Pengisi hari-harimu (dulu)
Share:

RINDU BERLAKSA DI MALAM SELASA

Malam Selasa.
Ada rindu berlaksa. Dari temu tak terlaksana.
Ingin menghampirimu, tapi apa daya jarak menjedakan temu yang seharusnya ada. Kita sedang berdiri diantara dua koma dari lemahnya rindu berdenyut hingga temu yang belum berlanjut. Kita sedang merangkak, mencari cara untuk tak lagi berjarak.
Bila esok datang kembali, pastikan bahwa kita sama-sama memperjuangkan sebuah pertemuan.
Share:

HAKIKAT TERTINGGI

"Katanya, hakikat tertinggi dalam
memiliki adalah berbagi.
Namun denganmu, aku sudah berbagi
segalanya sebelum memiliki."

Share:

SATU NAMA

"Remuk rinduku. Kamu memilih

bertemu dengan dia bukan aku.

Taukah kamu miliyaran detik

kubiarkan berlalu hanya untuk

menunggu?"
Share:

MENUNGGU

"Remuk rinduku. Kamu memilih

bertemu dengan dia bukan aku.

Taukah kamu miliyaran detik

kubiarkan berlalu hanya untuk

menunggu?"
Share:

KOSA KATA

Hanya matamu yang bisa mengenalkanku pada cinta. Hanya nafasmu pemompa peparuku. Hanya suaramu, harmoni yang bisa menidurkan segala kecewa. Hanya wangi tubuhmu, aroma kesukaan yang membuat indera penciumanku selalu menunggu. Hanya senyumanmulah yang setara berkilo-kilo gula. Hanya karena senyummu melebar, jantungku pun bisa ikut berdebar. Hanya tawamu pemasok bahagiaku. Hanya air matamu, pabrik air mataku. Hanya gerak-gerikmu, hal antik yang paling mengusik.  Hanya jemarimulah borgol terhangat yang membuat pergelangan tanganku rela dipenjara selamanya.
Hanya berada di sebelahmulah posisi ternyamanku. Hanya melukai hatimu, pekerjaan yang paling dibenci hati. Hanya sapa darimu yang mengusir musim dingin di ujung bibirku.  Hanya namamu definisi dari rasa paling teristimewa di seantero semesta, cinta. Hanya diammu yang memberisikkan hatiku, meneriakkan tanya, dan melahirkan rindu. Hanya tempat dimana kakimu berpijak, rinduku yang beranakpinak segera mengajak kaki ikut bergerak. Hanya kamu peracik pola pikirku, untuk selalu memikirkan namamu. Hanya kamu yang kurasa pantas jadi pendampingku kelak, meski kadang kelihatannya aku mengelak. Hanya lipatan jemarimu yang selalu kutunggu, membayangkan namaku ikut tersebut dalam doamu. Hanya saat bertemu denganmu, aku rela berlomba dengan waktu sambil mengatur irama nafas yang beradu.
Ya, hanya denganmu koleksi rasa bisa semudah ini berformula jadi kata. Aku tak mau nama yang lainnya untuk melengkapiku menjadi kita. Aku tak mau sesiapa selain kamu yang kuberi asupan cinta. Aku tak mau meneggak “tidak” dari mulutmu, karena kupastikan “iya”-mu akan membawa kita ke stasiun bahagia. Senyum kita adalah racikan termanis yang dihadiahi oleh Pencipta. Semoga Ia suka dengan senyuman bahagia kita, dan dengan segera menyautkan doa lalu menyatukan kita. Padaku terisi semua himpunan cerita tentang satu nama. Padaku tak ada lagi kata selain kamu. Kuharap begitupun denganmu.
Sehingga kosa kata kamu dan aku berformula menjadi kita.
x
Share:

PERGI - KEMBALI

Dulu, “selamat tinggal” adalah ketakutanku yang paling kekal. Tapi kedatanganmu kembali ternyata merupakan ancaman bagi hati. Meski kadang rindu memarak dan tak jarang segalanya hanya menimbulkan sesak. Tapi aku sudah menatanya sejak kamu pergi tanpa jejak dan saat kita mulai berjarak. Lalu kini kau datang ingin kembali mengacak? Memang, ruangannya masih kosong tak berpenghuni. Memang tak ingin terburu-buru mencari pengganti, supaya tak salah lagi yang nanti mengisi.   Karena aku tahu kedatanganmu kesini hanya untuk mengobrak-abrik hati, lalu pergi lagi. Oleh karena itu hanya kepadamu aku akan menutup hati. Kamu sepertinya tak paham etika soal cinta ya? Atau aku yang terlalu mempermasalahkan soal hati? 
Tak kau ingatkah siklus yang selalu berujung pada harapan-harapan yang akan pupus?
Kamu pergi, aku sendiri. Kamu berubah, aku mempertahankan diri tanpa lelah. Kamu menghilang di telan bumi, aku mencari kabarmu setiap hari. Kamu seakan tak peduli, aku berteman dengan sakit hati. Kamu menemukan pengganti, aku mencoba tuk sembuhkan hati. Kamu bahagia, mungkin itulah salah satu formula setelah aku berdoa. Tapi ketika hati nyaris pulih, kembali ke depan korneaku adalah jalan yang kau pilih. Dan rencana berikutnya mungkin mematahkan perasaan yang terbiasa dengan harapan.
Memulihkan hati tak secepat detik berganti menjadi menit. Kamu tidak pernah tahu bukan? Yang kau tahu hanya mencari bahagia suka-suka dengan cara menaruh luka pada sesiapa saja. Aku tidak ingin mempersalahkan kamu di kolom harianku, mungkin ini juga salah satu kesalahanku. Mungkin jatuh cinta kepadamu juga salah satu keteledoranku. Tapi jika berusaha menutup hati rapat-rapat agar kau tak mendekat, bukankah sebuah penunda luka dan cadangan obat? 
Terserahlah pada semesta, bekerjalah pada porosnya.
Share: